Jumat, 04 Juni 2010

Rahasia Mengembangkan Kepribadian

Rahasia Mengembangkan Kepribadian

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak orang prihatin mengenai perkembangan orang muda saat ini. Mereka lebih lambat dewasa. Bandingkan dengan masa-masa menjelang dan setelah Indonesia merdeka, orang-orang muda yang mengambil tanggung jawab mendirikan bangsa dan negara ini.

Bung Karno dan Bung Tomo merupakan contoh bagaimana orang muda pada waktu itu telah mampu keluar dari perhatian terhadap diri sendiri. Mereka memberikan perhatian kepada hal yang besar, berupa kehidupan yang lebih luas tanpa tanggung-tanggung: bangsa dan negara Indonesia yang sangat besar!

Kondisi pada waktu itu memang menciptakan peluang tersebut. Orang muda mendapat tantangan bertindak. Di dalam keluarga pun terdapat tradisi pendidikan yang sangat menekankan tanggung jawab sedini mungkin, dengan menerapkan sistem ganjaran dan hukuman (reward dan punishment) yang konsisten.

Hampir tiap keluarga menerapkan pembagian tugas kepada semua anak untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga maupun tugas lain membantu orangtua.

Pentingnya Tanggung Jawab dan Disiplin Dengan praktik-praktik orangtua pada masa lalu tersebut, entah disadari atau tidak, sebenarnya orangtua telah melatih anak untuk memiliki perhatian serta tanggung jawab terhadap kehidupan bersama, dan mengembangkan disiplin.

Selain melalui tugas rumah tangga, anak-anak juga mengalami pendisiplinan melalui aturan-aturan jam tidur siang, jam belajar bersama, jam bermain, dan sebagainya. Tampak bahwa pemberian tanggung jawab dan pendisiplinan sejak dini berperan sangat penting dalam mendorong pendewasaan seorang anak.

Keadaan saat ini sungguh berbeda. Anak sering tetap diperlakukan sebagai bocah hingga mereka remaja, tanpa menerima kewajiban yang memungkinkan mereka memberikan perhatian terhadap lingkungan. Kewajiban yang diberikan sebatas belajar dan menghasilkan nilai rapot yang memuaskan bagi orangtua.

Akibatnya, banyak anak tetap bergantung pada orangtua hingga lulus sarjana. Padahal, tanpa pengalaman tanggung jawab dan disiplin, kemampuan mengatasi masalah kurang berkembang. Mereka juga kurang memiliki daya juang. Terutama bila tidak punya prestasi atau keterampilan tertentu, mereka cenderung mengalami krisis harga diri.

Alih-alih memikirkan tanggung jawab akan dunia sekelilingnya, mereka justru sibuk mengatasi dirinya sendiri yang tidak bahagia. Sebagian bahkan menggunakan cara-cara tidak sehat untuk mengatasinya (seperti menggunakan obat terlarang) di samping memboroskan waktu untuk mencari pemuasan diri sesaat.

Manfaat Berorganisasi Mengapa terjadi perubahan pola pendidikan orangtua dalam kultur kita? Perubahan tersebut nampaknya tidak lepas dari perkembangan masyarakat yang semakin komplek, sehingga menggeser orientasi-orientasi dalam hidup.

Perubahan kurikulum pendidikan formal yang cenderung membebani anak dan orangtua, ikut mendorong orangtua untuk membebaskan anak dari tugas-tugas lain selain sekolah atau mencapai prestasi lain. Membiasakan anak selalu dilayani oleh pembantu rumah tangga merupakan faktor yang lain.

Lalu, langkah apa yang dapat ditempuh untuk mengembangkan kepribadian anak-anak muda kita? Menanamkan nilai-nilai tanggung jawab dan disiplin merupakan keharusan. Mendorong aktif dalam organisasi yang memiliki program terstruktur seperti OSIS, sanggar seni, lembaga pengabdian, merupakan langkah lain.

Sebuah penelitian mengenai manfaat organisasi pemuda di Amerika memberikan gambaran yang menarik mengenai apa saja perkembangan yang dialami oleh para anggota organisasi yang diteliti.

Larson dkk (2004), melakukan observasi dan wawancara terhadap para anggota dan pimpinan tiga organisasi yang berbeda basis kegiatan (pendidikan, seni, dan kemasyarakatan), masing-masing 3-4 bulan. Melalui hasil penelitian ini kita dapat melihat manfaatnya bagi perkembangan kepribadian anggotanya.

1. Mengembangkan inisiatif Temuan Larson dkk pada tiga program yang diteliti, sesuai dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa keterampilan inisiatif para anggota tumbuh melalui tantangan yang mereka hadapai dalam mencapai suatu tujuan. Pada mulanya para anggota ”sekadar melakukan”, tetapi setelah beberapa minggu kemudian mereka mulai tampak mengembangkan strategi untuk menghadapi suatu tantangan (tugas), dan lebih memobilisasi waktu dan usaha. Beberapa hal yang dipelajari sebagai hal yang menghasilkan kesuksesan program adalah: (a) memulai secara lebih awal; (b) mengelola waktu; (c) bekerja keras.

Beberapa anggota tampak menunjukkan peningkatan dalam strategi berpikir. Mereka menemukan pencerahan (insight) dalam hal memecahkan masalah, mengorganisasi langkah-langkah pekerjaan, dsb, agar penyelesaian tugas dapat lebih efektif. Sebagian anggota malah dapat mentransfer peningkatan kemampuan inisiatifnya ke dalam sisi lain kehidupannya, yaitu dalam perencanaan karier.

2. Transformasi dalam motivasi Dengan adanya perkembangan keterampilan inisiatif, motivasi para anggota juga berubah. Larson dkk menemukan, dalam tiga organisasi yang diteliti banyak anggota yang awalnya bergabung dengan alasan ekstrinsik: untuk memuaskan orangtua, mengisi waktu luang bersama teman sebaya, menjadi prasyarat lulus sekolah, atau karena ada honor. Namun, sebagian besar kemudian menunjukkan perubahan.

Motivasi mereka menjadi lebih intrinsik (adanya minat pribadi terhadap program), dengan alasan dapat terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang baru, segar, dan menarik secara pribadi.

3. Memperoleh modal sosial Perkembangan remaja, selain berupa perkembangan karakter dan penguasaan keterampilan baru, juga perkembangan dalam pembentukan relasi pribadi, termasuk relasi dengan orang dewasa. Untuk itu, orang muda butuh relasi dengan orang dewasa yang dapat memberi modal sosial, yakni yang memberi informasi dan sumber daya yang menghubungkan mereka dengan dunia orang dewasa.

Modal sosial selain baik untuk individu juga baik untuk komunitas karena adanya pertukaran pengetahuan, sumber daya, dan kepercayaan, sehingga membentuk keadaan masyarakat yang sehat. Keterlibatan dalam program-program kepemudaan merupakan kesempatan untuk membangun modal sosial dan berkembang menjadi orang-orang dewasa yang berkeahlian tinggi.

Dari penelitian Larson dkk ditemukan bahwa para anggota dari tiga organisasi yang diteliti memanfaatkan relasinya dengan orang-orang dewasa dalam komunitas yang ada untuk keperluan pendidikan dan perencanaan karier mereka.

Banyak anggota mengaku telah belajar dari para orang dewasa mengenai pilihan pendidikan dan karier di masa mendatang. Dalam relasinya dengan orang-orang dewasa sepanjang kegiatan yang dilaksanakan, mereka dapat menemukan secara nyata bagaimana orang dewasa mengelola tantangan hidup, dan mereka ikut mengembangkan keahlian untuk menghadapi tantangan.

4. Menjembatani perbedaan Bentuk lain modal sosial/interpersonal diperoleh melalui teman-teman sebaya, yakni dengan mengembangkan hubungan dan pemahaman terhadap berbagai aspek perbedaan manusia (etnis, agama, gender, status sosial-ekonomi, tujuan, dsb). Hasil penelitian Larson dkk menunjukkan melalui program-program pada tiga organisasi yang diteliti, para anggota mengalami perkembangan kompetensi untuk memahami dan menghargai keanekaragaman manusia.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa para anggota belajar menjembatani perbedaan melalui proses tiga tahap: a. Pertama, mengalami interaksi dengan orang-orang muda lain yang berbeda dengan dirinya dalam berbagai hal. Melalui interaksi ini mereka mengalami hubungan yang bermakna dengan teman berbeda etnis dan sebagainya serta membangun rasa saling percaya. b. Kedua, melalui interaksi tersebut mereka belajar tentang orang lain dan mulai melihat orang lain secara lebih utuh. Dengan bersama-sama mengerjakan apa yang menjadi program dalam kelompok-kelompok kecil, mereka menjadi saling bergantung dan akrab satu sama lain. c. Ketiga, mereka mengalami perubahan dalam berpikir yang memengaruhi bagaimana interaksinya dengan anggota kelompok-kelompok lain. Berdasarkan pengalaman berinteraksi secara akrab dengan orang lain di dalam kelompok, selanjutnya dalam interaksi dengan kelompok lain mereka telah mampu untuk menghargai perbedaan-perbedaan, sehingga dalam interaksi tidak terjadi pembedaan antarkelompok.

Namun, dalam kenyataan pencapaian tahap ketiga ini tidak berlangsung mudah. Bila sungguh-sungguh dihadapkan dengan perbedaan antarkelompok, kadang terjadi pertahanan diri, penolakan, atau pengabaian masalah yang dihadapi. Dalam situasi seperti ini orang dewasa yang menjadi pendamping program bekerja keras menciptakan kondisi positif bagi interaksi antarkelompok. Antara lain dengan memberikan status yang sama, membangun kerja sama, kontak individu antarkelompok, dan adanya dukungan dari orang-orang dewasa (pendamping) dalam berbagi seting kegiatan.

5. Menemukan tanggung jawab baru Tanggung jawab merupakan kualitas yang diharapkan dimiliki orang yang berkembang menuju kedewasaan. Hasil penelitian Larson dkk menunjukkan, banyak anggota mengakui adanya proses menjadi lebih bertanggung jawab dalam perasaan maupun dalam bertindak, sepanjang keikutsertaannya dalam program. @

M M Nilam Widyarini MSi Kandidat Doktor Psikologi

Sabtu, 15 Mei 2010

Menjadi Orang Tabah

Menjadi Orang Tabah

JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa pun kita, tidak ada yang bebas dari tekanan hidup atau stres. Bagaimana kita menyikapi atau merespon stres, ternyata sangat membedakan kita satu sama lain.

Ada orang yang mudah mengeluh dan mudah menyerah dalam menghadapi tekanan hidup. Ada pula yang begitu tegar, optimistis, dan memandang tekanan hidup sebagai tantangan yang dapat dihadapi. Perbedaan ini dapat disebut perbedaan dalam ketabahan menghadapi stres. Ketabahan hati ternyata memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan fisik dan mental kita.

Ketabahan hati, keteguhan hati, atau hardiness, merupakan topik yang jarang dibicarakan dalam psikologi. Untunglah, hal tersebut masih menjadi perhatian sebagian kalangan psikologi, sehingga kita dapat memanfaatkan pengetahuan mengenai ketabahan hati untuk keperluan praktis dalam menghadapi persoalan hidup.

Dalam uraian ini kita akan menemukan pengertian, komponen-komponen, dan manfaat dari ketabahan hati.

Pengertian Kobasa dkk. dalam Journal of Personality and Social Psychology (1982) menjelaskan ketabahan hati sebagai suatu konstelasi karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya untuk menghadapi peristiwa-peristiwa hidup yang menimbulkan stres.

Tokoh lain, Cotton (1990), lebih jelas lagi mengartikan ketabahan hati sebagai komitmen yang kuat terhadap diri sendiri, sehingga dapat menciptakan tingkah laku yang aktif terhadap lingkungan dan perasaan bermakna yang menetralkan efek negatif stres.

Sementara Quick dkk. (1997) menyatakan ketabahan hati sebagai konstruksi kepribadian yang merefleksikan sebuah orientasi yang lebih optimistis terhadap hal-hal yang menyebabkan stres. Ini sesuai dengan pendapat Kobasa yang melihat ketabahan hati sebagai kecenderungan untuk mempersepsikan atau memandang peristiwa-peristiwa hidup yang potensial mendatangkan stres sebagai sesuatu yang tidak terlalu mengancam.

Orang yang memiliki ketabahan hati memiliki keberanian berkonfrontasi terhadap perubahan atau perbedaan dan menarik hikmah dari keadaan tersebut (Foster & Dion, 2004).

Nah, apa yang dapat Anda simpulkan mengenai ketabahan hati berdasarkan berbagai penjelasan tadi?

Komponen Komponen atau aspek apa saja yang terdapat dalam ketabahan hati? Pengetahuan mengenai hal ini memberikan kejelasan kepada kita untuk dapat mewujudkan ketabahan dalam hidup kita.

Franken dalam bukunya Human Motivation (2002) menjelaskan adanya tiga komponen di dalam ketabahan hati. Ketiga komponen itu adalah:

1. Kontrol Komponen ini berisi keyakinan bahwa individu dapat memengaruhi atau mengendalikan apa saja yang terjadi dalam hidupnya. Individu percaya bahwa dirinya dapat menentukan terjadinya sesuatu dalam hidupnya, sehingga tidak mudah menyerah ketika sedang berada dalam keadaan tertekan.

Individu dengan ketabahan hati yang tinggi memiliki pandangan bahwa semua kejadian dalam lingkungan dapat ditangani oleh dirinya sendiri dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang harus dilakukan sebagai respon terhadap stres. Seorang tokoh, DuDell, menjabarkan komponen ini menjadi empat, yaitu: (a) kerelaan dan keterampilan untuk membuat keputusan yang baik; (b) perasaan otonomi diri dan perasaan adanya suatu pilihan yang dapat diambil; (c) kemampuan untuk melihat peristiwa yang menyebabkan stres sebagai suatu bagian dari kehidupan; (d) motivasi untuk berprestasi sesuai dengan tujuan.

2. Komitmen Komponen ini berisi keyakinan bahwa hidup itu bermakna dan memiliki tujuan. Individu juga berkeyakinan teguh pada dirinya sendiri walau apa pun yang akan terjadi.

Individu dengan ketabahan hati yang tinggi percaya akan nilai-nilai kebenaran, kepentingan dan nilai-nilai yang menarik tentang siapakah dirinya dan apa yang mampu ia lakukan. Selain itu, individu dengan ketabahan hati yang tinggi juga percaya bahwa perubahan akan membantu dirinya berkembang dan mendapatkan kebijaksanaan serta belajar banyak dari pengalaman yang telah didapat. DuDell menjabarkan komponen ini menjadi empat, yaitu: (a) ketertarikan dan keingintahuan tentang hidup; (b) keyakinan dan ketahanan diri; (c) kerelaan untuk mencari bantuan dan dukungan sosial; (d) kemampuan mengenali nilai-nilai pribadinya yang unik dan tujuannya sendiri.

3. Tantangan Komponen ini berupa pengertian bahwa hal-hal yang sulit dilakukan atau diwujudkan adalah sesuatu yang umum terjadi dalam kehidupan, yang pada akhirnya akan datang kesempatan untuk melakukan dan mewujudkan hal tersebut.

Dengan demikian individu akan secara ikhlas bersedia terlibat dalam segala perubahan dan melakukan segala aktivitas baru untuk bisa lebih maju. Individu seperti ini biasanya menilai perubahan sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menantang daripada sesuatu yang sifatnya mengancam. Dengan pandangan yang terbuka dan fleksibel, tantangan dapat dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan harus dihadapi. Bahkan, tantangan dilihat sebagai kesempatan untuk belajar lebih banyak.

DuDell menjabarkan komponen ini menjadi empat, yaitu: (a) pendekatan yang fleksibel terhadap orang lain dan kondisi-kondisi tertentu; (b) memandang segala sesuatu secara positif dan optimis; (c) kerelaan untuk mengambil risiko yang membangun; (d) penghargaan serta penerimaan atas keunikan diri sendiri sebagai suatu berkah.

Tidak Mudah Jatuh Sakit Orang yang tabah dapat memetik beberapa manfaat bagi dirinya. Wahyu Rahardjo dalam laporan penelitiannya mengenai ketabahan hati (2005) merangkum dari berbagai literatur, dan menuliskan adanya tujuh fungsi ketabahan hati ini.

1. Membantu dalam proses adaptasi Individu dengan ketabahan yang tinggi akan sangat terbantu dalam melakukan proses adaptasi terhadap hal-hal baru, sehingga stres yang ditimbulkan tidak banyak. Sebuah penelitian membuktikan bahwa etnis Cina Kanada yang tinggal di Toronto, yang memiliki ketabahan hati lebih tinggi, lebih mudah beradaptasi dan mengurangi efek kecemasan serta tetap memiliki harga diri yang tinggi ketika mengalami diskriminasi. Sebuah penelitian lain memiliki hasil yang senada, menunjukkan bahwa ketabahan hati dapat membantu penyesuaian diri remaja pria yang melakukan wajib militer.

2. Lebih memiliki toleransi terhadap frustrasi Sebuah penelitian terhadap dua kelompok mahasiswa, yaitu kelompok yang memiliki ketabahan hati tinggi dan yang rendah, menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ketabahan hati tinggi menunjukkan tingkat frustrasi yang lebih rendah dibanding mereka yang ketabahan hatinya rendah.

Senada dengan hasil penelitian itu, penelitian lain menyimpulkan bahwa ketabahan hati dapat membantu mahasiswa untuk tidak berpikir akan melakukan bunuh diri ketika sedang stres dan putus asa.

3. Mengurangi akibat buruk dari stres Kobasa yang banyak meneliti ketabahan hati menyebutkan bahwa ketabahan hati sangat efektif berperan ketika terjadi periode stres dalam kehidupan seseorang. Demikian pula pernyataan beberapa tokoh lain. Hal ini dapat terjadi karena mereka tidak terlalu menganggap stres sebagai suatu ancaman.

4. Mengurangi kemungkinan terjadinya burnout Burnout, yaitu situasi kehilangan kontrol pribadi karena terlalu besarnya tekanan pekerjaan terhadap diri, sangat rentan dialami oleh pekerja-pekerja emergency seperti perawat dsb. yang memiliki beban kerja tinggi. Untuk individu yang memiliki beban kerja tinggi, ketabahan hati sangat dibutuhkan untuk mengurangi burnout yang sangat mungkin timbul. Sebuah penelitian memberikan hasil yang sesuai dengan pernyataan itu, yaitu perawat yang memiliki ketabahan hati tinggi, ternyata lebih sulit mengalami burnout dibanding perawat yang ketabahan hatinya rendah.

5. Mengurangi penilaian negatif terhadap suatu kejadian atau keadaan yang dirasa mengancam dan meningkatkan pengharapan untuk melakukan coping yang berhasil Coping adalah penyesuaian secara kognitif dan perilaku menuju keadaan yang lebih baik, bertoleransi terhadap tuntutan internal dan eksternal yang terdapat dalam situasi stres. Ketabahan hati membuat individu dapat melakukan coping yang cocok dengan masalah yang sedang dihadapi. Individu dengan ketabahan hati tinggi cenderung memandang situasi yang menyebabkan stres sebagai hal positif, dan karena itu mereka dapat lebih jernih dalam menentukan coping yang sesuai.

Pernyataan dari Schult & Schult (1994) tersebut didukung oleh sebuah penelitian terhadap perawat yang menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ketabahan hati tinggi lebih baik dalam memilih coping yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.

6. Lebih sulit untuk jatuh sakit yang biasanya disebabkan oleh stres Ketabahan hati dapat menjaga individu untuk tetap sehat walaupun mengalami kejadian-kejadian yang penuh stres (Smet, 1994). Karena lebih tahan terhadap stres, individu juga akan lebih sehat dan tidak mudah jatuh sakit karena caranya menghadapi stres lebih baik dibanding individu yang ketabahan hatinya rendah (Cooper dkk, 1998).

7. Membantu individu untuk melihat kesempatan lebih jernih sebagai suatu latihan untuk mengambil keputusan. Kobasa & Pucetti (1983) menyatakan bahwa ketabahan hati dapat membantu individu untuk melihat kesempatan lebih jernih sebagai suatu latihan untuk mengambil keputusan, baik dalam keadaan stres ataupun tidak. @ M.M Nilam Widyarini M.Si Kandidat Doktor PsikologiM

Rabu, 28 April 2010

Mari Kita Dukung Bersama untuk Indonesia

Komodo Butuh Dua Juta 'Vote' untuk Masuk Tujuh Keajaiban Dunia
Selasa, 27 April 2010 | 15:12 WIB


TEMPO Interaktif, Kupang - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang berupaya mencari dukungan dari seluruh warga Indonesia di dalam negeri maupun luar negeri untuk mendukung komodo. Karena jika ingin terpilih sebagai tujuh keajaiban dunia, dibutuhkan sebanyak dua juta suara.

"Untuk menggolkan komodo sebagai tujuh keajaiban dunia dibutuhkan dua juta dukungan melalui vote komodo," kata Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTT, Wely Rohimone di Kupang, selasa (27/4).

Menurut dia, pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan semua pihak di daerah agar mau memberikan dukungan kepada komodo melalui vote agar bisa masuk sebagai tujuh keajaiban dunia.

Walaupun saat ini komodo masih berada pada urutan 14, namun pemerintah daerah masih punya kesempatan untuk menggalang dukungan karena vote tersebut masih baru berakhir pada Juni 2011. "Pengumuman pemenangnya baru akan dilakukan pada Oktober 2011 mendatang," katanya.

Berdasarkan hasil koordinasi, katanya, beberapa instansi sudah menyatakan akan memberikan dukungan melalui vote. Namun, dukungan yang diberikan belum mencapai dua juta vote yang dibutuhkan.

PT Telkomsel menjanjikan sebanyak 48 ribu vote mendukung komodo, Badan Pengelola Data Elektronik (PDE) sebanyak 21 ribu, dan pihak lain sebanyak empat ribu vote. Total vote ini hanya mencapai 73 ribu sehingga masih kurang satu juta lebih vote.

Karena itu, ia berharap adanya dukungan dari masyarakat Indonesia di dalam negeri dan luar negeri bagi komodo agar terpilih sebagai tujuh keajaiban dunia. "Kampanye komodo secara nasional dan internasional dilakukan oleh Kementerian Budpar. Kita hanya untuk daerah saja," katanya.

Untuk memberikan dukungan komodo sebagai tujuh keajaiban dunia dapat dilakukan melalui 'vote' di www.new7wonder.com.

YOHANES SEO